Senin, 31 Januari 2011

Demokrasi Aman, Beragama Damai

DR. Hamka Siregar, M.Ag
(Ketua Harian KAHMI)

Sepanjang tahun 2010, Kalimantan Barat (Kalbar) terbilang harmonis dalam kerukunan umat beragama. Aksi kekerasan yang mengoyak jalinan harmonisasi kerukunan umat beragama, hampir tidak pernah terjadi. Berbeda dengan propinsi lain, Jawa Barat misalnya, menjadi salah satu lumbung terjadinya kekerasan berbasis agama dengan 117 kasus hingga pertengahan September 2010 yang lalu termasuk kasus kekerasan di HKBP Ciketing, pembakaran masjid Ahmadiyah di Ciampea Bogor. Demikian temuan Aliansi Kebangsaan untuk Kerukunan Beragama (AKUR), Jawa Barat sebagaimana dilansir Maarif Institute - For Culture and Humanity.

Perlu menjadi catatan, bahwa dalam pengamalan keberagamaan umat beragama di Kalbar masih mewujudkan simbol-simbol keagamaan yang sangat kentara. Hal ini dikhawatirkan dapat menyuburkan benih-benih intoleransi terhadap kelompok etnis dan agama tertentu. Ke depan saya pikir hal ini tidak boleh terulang. Kita mesti beragama dengan santun, beretika dan tidak bertentangan dengan ajaran agama serta peraturan negara. Bila hal ini tidak diindahkan, maka bukan mustahil benih-benih intoleransi itu akan subur dan berbuah kekerasan! Kita berharap reaksi-reaksi anarkis tidak terjadi di masa yang akan datang karena dapat meruntuhkan bangunan kultural dan moralitas kebangsaan.

Sementara itu, dalam pemilihan umum kepala daerah di beberapa Kabupaten di Kalbar boleh dinilai berjalan lancar. Meskipun ada sedikit dinamika yang masih menyeret-nyeret agama dan etnis oleh beberapa kelompok. Syukurnya hal itu masih bisa dinetralisir dan tidak berujung pada konflik kekerasan antar etnis dan agama. Dalam berdemokrasi, saya sarankan sebaiknya para politikus tidak ”meng-agamakan” politik dan tidak mempolitikkan agama!


Proyek Bersama

Tahun 2010 akan pergi dan tahun 2011 sudah di depan mata. Agenda ke depan kita adalah mempertahankan keharmonisan ini sebagai proyek bersama. Harus diakui keamanan dan kedamaian ini terwujud karena peran semua pihak. Pemerintah daerah, pemerintah Kabupaten/Kota, aparat keamanan, tokoh masyarakat, tokoh agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Propinsi Kabupaten/Kota, dan para pendidik sangat besar konstribusinya dalam meredam dan menetrasir potensi konflik.

Karena itu kita harus membangun komunikasi dan kerjasama kultural antar-suku, antar-agama, dan antar-budaya yang ada di Kalbar. Hal ini perlu terus dilakukan dan dilestarikan, sehingga muncul sikap saling memahami terhadap perbedaan yang ada. Langkah-langkah preventif ini harus menjadi visi kita bersama.

Dalam demokratisasi kita mesti menolak pihak-pihak yang menjadikan agama dan etnik sebagai landasan untuk mengusung ”paket” kepemimpinan pada pemilukada yang akan dilakukan di daerah ini. Sudah saatnya para politikus berfikir jernih dan lebih mengutamakan mengusung calon pemimpin yang kompeten dan bersih alias tidak korup.

Jangan ada lagi politisasi agama dan etnik. Untuk menghindari demokrasi agar tidak terjerembab dalam prosedur kosong, maka pandangan-pandangan etika dan moralitas universal dari agama harus dijadikan bahan rujukan berpolitik. Mudah-mudahan demokrasi yang aman dan beragama yang damai tetap terpelihara di Kalbar. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar